Kamis, 05 November 2009

Mulai harimu dengan berpikir


Bismillahirohmanirrahim
DEEP THINKING
Sudahkah anda berpikir?
Allah menciptakan manusia dilengkapi dengan akal pikiran, yang dengan itu manusia dapat berpikir ke arah mana ia hidup dan kearah mana ia akan mati. Namun, sangat sedikit sekali orang dapat berpikir demikian. Otak yang hanya memiliki berat tidak lebih dari satu kilo ini jarang untuk memikirkan hal-hal yang akan menghantarkannya kepada kabahagiaan (syurga) dan justru kebanyakan disibukkan dengan masalah-masalah dunia yang akan menjerumuskan kepada kesengsaraan (neraka). Bagi seorang muslim, otak sebagai sarana utama untuk memikirkan tentang kebesaran dan keagungan Allah melalui ciptaan-Nya di alam semesta. Ia juga sebagai sarana untuk memperoleh hidayah dan mendekatkan diri kepada-Nya. Setiap pandangannya senantiasa takjub dengan ciptaan-ciptaan Allah yang sempurna di dunia.
Tidak satupun yang ia lihat kecuali sebagai pelajaran dan penambah keimanan bagi dirinya. Misalnya, Allah menciptakan nyamuk yang mempunyai ukuran tubuh yang begitu kecil, terbang dengan kecepatan yang tinggi sampai terkadang kita sulit untuk menangkapnya hingga membuat anda merasa terganggu. Bagi seorang muslim yang berpikir positif ia akan dapat menyingkap hikmah dibalik penciptaan nyamuk tersebut. Salah satu dibalik penciptaan nyamuk adalah ia sebagai pengecek sistem kekebalan tubuh manusia, andai saja manusia tidak diberikan sistem kekebalan tubuh, maka gigitan nyamuk yang begitu kecil tersebut dapat menghantarkannya pada kematian. Hal ini dikembangkan oleh para ilmuan kedokteran untuk menemukan obat-obatan yang dapat menambah daya tahan tubuh bagi manusia. Selain hal itu, orang tidak akan dapat mengetahui jenis-jenis racun pada tiap-tiap serangga. Faktor inilah yang menjadikan seorang muslim berpikir positif dari kebanyakan orang yang hanya berpikir menurut hawa nafsu mereka. Bagi kebanyakan orang dengan melihat contoh nyamuk diatas, mereka hanya berpandangan sempit serta picik. Tidak ada satupun hikmah yang dapat ia petik kecuali berdasarkan akal rasionya yang terbatas. Hal inilah yang membedakan cara berpikir seorang muslim dengan cara berpikir kaum atheis.
Contoh nyamuk diatas hanyalah salah satu contoh tentang penciptaan makhluk Allah di muka bumi. Belum lagi buah-buahan seperti pisang, jeruk, melon, semangka, nanas yang mempunyai rasa khas sendiri-sendiri meskipun berorientasi rasa manis. Juga, bagaimana Allah menciptakan kulitnya sehingga rasa dan keharummannya tetap terjaga. Kita bisa bayangkan bagaimana kalau sebuah jeruk tanpa mempunyai kulit. Tentunya akan menghilangkan rasa dan harumnya, selain itu daya tarik dan kesegarannya akan hilang. Kita juga bisa bayangkan seandainya buah-buahan semuanya tanpa ada bijinya, tentu hal ini akan mengakibatkan kepunahan buah-buahan itu sendiri. Allah menciptakan segala sesuatu pasti dengan ukuran dan supaya manusia dapat mengambil pelajaran dari ciptaan-Nya.
“Dan tidak ada sesuatu pun melainkan pada sisi Kami-lah khazanahnya; dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran yang tertentu” (QS.Al Hijr:21)
Pernyataan Allah diatas tidak dapat dibantah lagi bahwa setiap sesuatu diciptakan oleh Allah dengan ukuran tertentu supaya manusia dapat berpikir dan merenung tentang penciptaan segala sesuatu. Tugas utama manusia adalah untuk berpikir sebagai sarana ibadah tentang penciptaan alam semesta dan dirinya supaya beriman dan tidak ada rasa sombong dalam dirinya sehingga ia tidak menolak kebenaran.
”..tidak ada ibadah yang lebih mengesankan dari tafakur (berpikir)..” (HR.Ibnu Majah dan Thabrani)
Dalam pandangan Islam berpikir adalah salah satu ibadah yang sangat besar nilainya disisi Allah. Terlebih berpikir tentang adanya semua peristiwa yang ada di alam semesta. Bagaimana Allah meninggikan langit, bagaimana Allah menghamparkan bumi yang begitu luas untuk makluk hidup, bagaimana Allah menundukkan bintang-bintang, planet, tatasurya yang begitu sempurna. Tak ada satupun ciptaan-Nya yang tidak seimbang di alam semesta ini.
Allah-lah Yang meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat, kemudian Dia bersemayam di atas Arasy, dan menundukkan matahari dan bulan. Masing-masing beredar hingga waktu yang ditentukan. Allah mengatur urusan (makhluk-Nya), menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya), supaya kamu meyakini pertemuan (mu) dengan Tuhanmu. (Q.S. Ar Rad :2)
Bagi kebanyakan manusia, mereka mau berpikir hanya ketika dalam keadaan bahaya atau terancam. Kondisi seperti ini sering dirasakan oleh kebanyakan orang sebagai salah satu cara untuk memperoleh hakikat sebab akibat pada sesuatu yang telah dilakukannya. Salah satu contoh, orang akan meratapi sebuah musibah yang menimpanya disebabkan kecerobohannya, kesalahannya, serta kurangnya kedisplinan dalam bertindak. Mereka tidak menyadari bahwa, dibalik itu semua Allah telah mengatur segala kejadian sesuai dengan kehendak-Nya. Inilah yang dinamakan taqdir. Selanjutnya, memaknai sebuah peristiwa dengan memakai akal pikiran secara rasional hanya dapat menumbuhkan rasa egoisme terhadap diri sesorang, karena akal pikiran manusia sangat terbatas dan berkutat hanya melalui inderawi saja. Padahal, panca indera yang kita miliki sangat terbatas dan sulit untuk mengukur peristiwa yang terjadi. Hukum sebab akibat memang harus dijadikan acuan sebagai tolok ukur yang rasional, tetapi hal ini tidak mutlak dilakukan dan masih memerlukan instrument yang lain yakni hati yang bersih dan ketauhidan yang tinggi.
Berpikir dalam pengertian yang luas yaitu memahami, menghayati serta mentadaburi suatu peristiwa dengan hati yang bersih. Sehingga setiap peristiwa yang kita lihat dan kita rasakan akan memberikan pelajaran serta mendidik jiwa. Tidak ada hati yang bersih tanpa diawali dengan berpikir dan tafakur. Hal ini sebagai salah satu syarat mutlak untuk kesempurnaan iman seseorang. Apa pasal?. Seseorang belum bisa menikmati manisnya iman sebelum ia menghayati arti iman itu sendiri. Keimanan adalah hidayah dari Allah yang diberikan kepada hamba-Nya tertentu. Namun, iman itu sendiri akan berbeda-dibanding umat yang lain. Kita, mendapatkan hidayah keimanan dengan lantaran orang lain, bisa dari orang tua, suami, istri, saudara, teman, atasan bahkan bisa dari budak yang dimiliki. Contoh, ketika masih berusia anak-anak orang tua menyuruh kita untuk mengerjakan sholat, karena itu adalah perintah dari orang tua maka kita jalankan agar orang tua kita tidak marah. Namun, seusia anak-anak tentu saja kita tidak pernah tahu apa sih fungsi dari sholat?. Sehingga kita mengerjakan hanya karena ingin patuh pada orang tua. Dan tanpa mengetahui hakekat sholat itu sendiri. Akibatnya, terkadang kita meninggalkan sholat kalau orang tua tidak menyuruhnya. Inilah yang dinamakan dogmatis atau apriori.
Untuk menghindari hal-hal seperti itu maka diperlukan adanya penggunaan pikiran atau rasio yang sesuai dengan kaidah-kaidahnya. Karena kita bukan anak kecil lagi yang sebuah kepatuhan hanya dari tekanan orang lain. Menggunakan akal untuk berpikir dapat menghindarkan kita dari hal-hal dogmatis sehingga ibadah yang kita lakukan bisa ikhlas hanya untuk mencari ridho Allah bukan karena yang lain. Semakin banyak kita berpikir dan merenung maka akan semakin tajam mata hati kita serta semakin dekat kita dengan sang pencipta Allah SWT.
“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka “(Q.S. Ali Imram:191)
Tunduk dan patuh secara totalitas kepada Allah adalah kewajiban bagi setiap muslim. Sebab, jalan inilah yang dapat menghantarkannya menuju kebahagiaan dunia dan akhirat. Kalimat “totalitas” berarti menunjukkan bahwa segala aktivitas yang dilakukan oleh seorang muslim adalah ibadah yang dimulai dengan “berpikir mendalam” tentang siapa dirinya? Dari mana dia berasal? Untuk apa dia diciptakan? Kemana setelah dia mati?. Dengan mengetahui apa hakekat hidup dan kehidupan, seseorang tidak hanya memanfaatkan dirinya sendiri untuk senantiasa patuh dan taat kepada Allah tetapi ia juga berpikir untuk kemaslahatan orang lain dan umat.
Memikirkan diri sendiri
Allah menciptakan alam semesta dan seluruh makhluk hidup pasti memiliki tujuan yang jelas, termasuk menciptakan manusia. Dalam penciptaan manusia manusia, Allah menunjukkan suatu proses sebagaimana firman-Nya:
“Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (ada pula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah. (Q.S. Al Hajj: 5)
Dia-lah yang menciptakan kamu dari tanah kemudian dari setetes, air mani, sesudah itu dari segumpal darah, kemudian dilahirkannya kamu sebagai seorang anak, kemudian (kamu dibiarkan hidup) supaya kamu sampai kepada masa (dewasa), kemudian (dibiarkan kamu hidup lagi) sampai tua, di antara kamu ada yang diwafatkan sebelum itu. (Kami perbuat demikian) supaya kamu sampai kepada ajal yang ditentukan dan supaya kamu memahami (nya). (Q.S. Mu’min 67)
Berpikir tidak perlu membutuhkan energi yang ekstra, dengan kata lain kita mampu memikirkan hal-hal yang kecil terutama memikirkan diri sendiri. Dengan menjawab pertanyaan siapa diri kita sebenarnya?. Allah telah menjelaskan kita awalnya hanyalah berasal dari tanah kemudian setetes mani, segumpal darah lalu terbentuklah seorang anak yang terdiri dari tulang yang dibalut dengan daging. Proses kejadian manusia mengajari kita untuk berpikir supaya manusia mengetahui siapa sebenarnya dirinya. Ketika sekilas kita melihat susunan organ-organ tubuh kita, pastilah banyak sekali hal yang kita tadaburi. Allah menciptakan jari-jemari yang begitu sempurna yang satu dengan yang lainnya begitu berbeda, seperti jari telunjuk berbeda dengan jari kelingking, jari ibu, jari manis, jari tengah dan jempol. Coba kita bayangkan sejenak apabila Allah menciptakan sama susunan jari-jari kita, tentu saja hal ini akan mengakibatkan sulitnya kita beraktifitas. Alangkah sulitnya kita beraktifitas dengan menggunakan seluruh jari tangan apabila jari tangan kita jempol semua. Begitupun jari-jari tangan yang lain ketika hanya diciptakan satu jenis. Selain itu, coba kita lihat lagi bagaimana Allah menciptakan sidik jari yang berbeda-beda. Tak seorangpun didunia ini yang mempunyai sidik jari yang sama dengan orang lain. Garis-garisnyapun sangat tersusun rapi dan jenisnya satu sama lain berbeda. Hal lain, wajah. Andai kita mau memikirkan bagaimana Allah menciptakan wajah setiap orang yang berbeda-beda, meskipun banyak juga anak yang diciptakan kembar. Tapi, tetap saja tidak ada yang sama.
Selanjutnya, terkadang tak terpikirkan oleh kita bahwa bagaimana manusia dapat bernafas tanpa ada hal-hal yang dapat mengakibatkan salah satu organ tubuh kita rusak. Bahkan, setiap hembusan dan tarikan nafas yang mengandung unsur oksigen dan karbondiogsida setiap kandungannya tidak melebihi batas yang dibutuhkan oleh tubuh dan sesuai dengan unsur-unsur senyawa dalam tubuh. Misalkan Allah membuat komposisi udara yang kita serap tidak seimbang dengan kondisi sel-sel dalam tubuh, tentu saja semua jaringan sel-sel akan rusak yang mengakibatkan orang tidak mampu menggunakan semua panca indernaya dengan baik bahkan dapat mengalami kematian. Sistem keseimbangan ini tidak ditemukan secara kebetulan tanpa adanya penciptaan yang Maha Hebat. Peralatan super canggihpun takkan mampu membuat sistem keseimbangan dalam setiap hembusan dan tarikan nafas. Lagi, coba kita perhatikan bagaimana orang mengeluarkan keringat dari dalam tubuh tanpa merusak sel pori-pori. Kita juga bisa bayangkan bagaimana kondisi seseorang apabila tidak dapat mengeluarkan keringat apabila ia melakukan aktivitas. Sudah pasti, orang tersebut akan merasakan ketidaknyamanan bahkan mengakibatkan pembengkakan pada seluruh tubuhnya. Lebih hebatnya, keringat sangat mudah keluar dari tubuh. Berbeda dengan darah, sedangkan keluarnya darah harus melalui proses goresan atau melalui lubang tertentu. Andai saja keluarnya darah semudah keluarnya keringat, tentu saja sangat menjijikan bukan?.
Dalam kondisi dan situasi apapun manusia dapat berpikir dengan memikirkan dirinya dan kejadiannya setiap saat. Mereka bisa melihat tanda-tanda kekuasaan dalam setiap pandangan matanya. Hal paling dekat untuk diperhatikan adalah bagaimana ia dapat berpikir tentang kejadiannya. Ketika manusia masih dalam proses kejadian didalam rahim, Allah telah menetapkan salah satu sel yang dapat tumbuh berkembang menjadi seorang bayi. Padahal, ketika sel-sel jantan dan betina saling berlomba-lomba untuk memperebutkan posisi agar sel-sel tadi dapat menjadi janin. Tiap-tiap sel berjuang mengalahkan sel-sel yang lain yang jumlahya berjuta-juta sel. Proses kejadian ini tidak dapat diamati dengan penglihatan manusia tanpa menggunakan alat mikroskop dan sejenisnya. Bagi seorang muslim yang sadar betul akan proses kejadiannya akan senantiasa bersyukur kepada Allah bahwa dirinya telah mengalahkan jutaan sel dan yang akhirnya membawanya lahir ke dunia. Dalam proses ini manusia untuk diajak merenung dan memikirkan bahwa setiap kejadian dirinya dan alam semesta ini tidak terjadi secara kebetulan dan diciptakan dengan keseimbangan yang sempurna. Dengan ungkapan syukur tersebut seorang muslim sudah dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang dirinya sendiri. Sehingga segala aktivitasnya sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT yang telah membimbing untuk dapat mengetahui hakekat hidup dan kehidupan.
Sebagai mahkluk sosial, manusia dapat membedakan antara yang haq dengan yang batil sesuai dengan tataran hidup dimasyarakat. Sebagian besar manusia diilhami oleh Allah untuk dapat menilai suatu tindakan positif dan negatif. Contoh, manusia dapat menghakimi bahwa mencuri itu adalah perbuatan yang tidak baik. Tapi, hal semacam ini hanyalah sebagai wacana dalam hidupnya dan jarang diaplikasikan didalam kehidupannya. Seorang koruptor, dia tahu bahwa uang yang dikorupsi akan mengakibatkan kerugian bagi negara dan berimbas bagi rakyat. Namun, justru koruptor dinegeri ini masih merajalela. Apa sebab?. Hal yang paling mutlak sebagai akibat perbuatan maksiat adalah lemah iman dan ketauhidan yang tipis. Bahkan hilangnya keimanan seseorang. Potensi inilah yang berdampak besar bagi timbulnya segala bentuk kemaksiatan, kedzoliman, kemungkaran, dan hal-hal negatif lainnya. Yang pada muara penyebabnya adalah manusia jarang berpikir mendalam tentang hidup dan kehidupan.
Seorang yang berpikir akan dirinya sendiri tentu ia akan berpikir pada lingkungan sekitar, makhluk hidup dan alam semesta ini. Seorang yang berpikir juga akan banyak mengambil pelajaran (Ibrah) dalam kehidupannya. Manusia pada intinya memiliki potensi yang luar biasa untuk dapat berpikir untuk kemaslahatan dirinya dan orang lain. Namun sayang, hanya sebagian kecil yang mampu mempotensikan pikirannya kearah yang lebih baik. Yang notabene hanya mengikuti hawa nafsunya saja. Padahal Allah memberikan “nafsu” hanyalah sebagai bahan pemikiran supaya manusia dapat mengendalikan hawa nafsunya. Tak pelak, kebanyakan manusia dikendalikan oleh hawa nafsu dan sedikit yang mengendalikan hawa nafsu. Sebagaimana Allah berfirman:
Maka jika mereka tidak menjawab (tantanganmu), ketahuilah bahwa sesungguhnya mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka (belaka). Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikit pun. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang lalim. (Q.S. Qashash:50)
Allah telah menjelaskan banyak ayat tentang hawa nafsu, yang intinya bahwa kebanyakan manusia telah terpedaya oleh hawa nafsunya dan bahkan menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhan atau menuhankan hawa nafsu. Dalam memahami kontek “hawa nafsu” kita akan disungguhkan beberapa perkara yang berkaitan dengan hawa nafsu, pertama: hawa nafsu dalam diri orang-orang kafir. Bahwa orang-orang kafir yang benci dengan Islam mereka memanfaatkan hawa nafsunya untuk memusuhi dan mendzolimi kaum muslimin dengan berbagai cara seperti pembantaian, penyiksaan, penangkapan dan pengusiran. Inilah hawa nafsu yang dilaknat Allah didunia dan akhirat disebabkan hawa nafsu yang memusuhi agama Allah serta melakukan kemungkaran sampai melampai batas.
Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya, dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran? (Q.S. Al Jaatsiyah :23)
Berpikirlah Bagaimana Tumbuh-Tumbuhan Diciptakan
Allah telah menciptakan segala sesuatu dimuka bumi ini tentu saja mempunyai maksud dan tujuan. Salah satunya adalah untuk dipikirkan dan direnungkan agar menjadikan seseorang akan selalu ingat kepada sang penciptanya. Dari sekian banyak nikmat Allah yang di alam semesta ini semuanya mempunyai daya tarik dan keunikan tersendiri, salah satunya adalah tumbuh-tumbuhan. Pernahkah anda berpikir bagaimana tumbuh-tumbuhan itu dapat hidup?. Pertanyaan ini akan menggugah akal pikiran anda untuk mendapatkan sebuah jawaban bagaimana segala sesuatu itu bisa terjadi.
Salah satu contoh tumbuhan yang selalu kita komsumsi buahnya setiap hari, padi misalnya. Berawal dari benih yang ukurannya tidak seberapa, kemudian tumbuh menjadi tangkai dan akhirnya menumbuhkan beratus-ratus bahkan beribu-ribu biji dalam setiap tangkainya. Proses ini tidak serta merta terjadi dengan sendirinya tanpa adanya sistem yang terprogram sebelumnya. Allah telah mengilhamkan biji padi agar dapat mempotensikan zat-zat yang ada dalam tanah untuk memberikan asupan energi bagi pertumbuhan biji padi tersebut. Sehingga tumbuhlah akar-akar yang memiliki pembuluh untuk dapat menyerap zat-zat yang ada dalam tanah. Tidak cukup begitu, Allah juga menurunkan air hujan agar tanah tersebut menjadi gembur sehingga memudahkan si biji padi tersebut menyerap air dari dalam tanah. Setelah adanya dukungan dari air maka tanah akan mengeluarkan zat-zatnya untuk mendukung pertumbuhan biji padi. Yang pada akhirnya muncullah kuncup-kuncup benih padi yang masih kehijau-hijauan.
Setelah melewati tahap berseminya biji, Allah mengilhamkan tanaman tersebut untuk melakukan perkawinan melalui tiupan angin. Dengan begitu, tanaman tersebut menghasilkan pembuahan dan jadilah ia beratus-ratus hingga beribu-ribu biji perbatang.
Sesungguhnya Allah menumbuhkan butir tumbuh-tumbuhan dan biji buah-buahan. Dia a mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup. (Yang memiliki sifat-sifat) demikian ialah Allah, maka mengapa kamu masih berpaling? (QS. Al-An’aam, 6:95)
Hal yang terpenting lagi untuk diingat adalah, Allah memberikan kemudahan tanaman padi untuk hidup diberbagai daerah sesuai dengan kondisi tanah masing-masing kecuali tanah yang tidak cukup mendapat asupan air, mengandung batu padas, tandus dan yang tidak mengandung unsur hara. Kecerdasan dan keunikan benih padi dalam melakukan proses perkembangbiakannya tidak terjadi dengan sendirinya tanpa perencanaan yang sempurna. Selain itu, padi yang sebagai bahan makanan pokok sehari-hari masih tetap eksis dan tidak mengalami kepunahan sebagaimana tumbuh-tumbuhan lain yang sebagian mengalami kepunahan. Hal serupa mengenai proses pertumbuhannya yang tidak begitu sulit dibanding dengan tanaman lain. Hal unik lainnya adalah daun. Anda melihat pada bagian daun yang senantiasa terjaga kehijauannya sampai batas waktu padi nampak tua. Sekilas kita lihat daun padi selain tipis dan mudah robek, ia mempunyai sistem kekebalan tubuh yang menakjubkan. Yakni mampu menahan sinar matahari sebagaimana tumbuh-tumbuhan lain. Secara logika daun yang tipis dan mudah robek tentunya akan sangat mudah kering ketika tersinar matahari yang panasnya sampai 40oC. Tapi, sistem serapan air dari tanah mampu mengubah terik panas matahari menjadi sumber energi. Padahal, serapan air dari tanah tidaklah terlalu banyak ukurannya, bahkan pori-porinya lebih kecil dari benang. Kalau kita bandingkan dengan manusia yang berada pada suhu 40oC, maka suhu tersebut akan merubah warna kulitnya bahkan sampai dehidrasi. Sistem kekebalan tubuh pada tumbuhan sudah dirancang khusus dari Allah. Kejadian ini tidak secara kebetulan juga. Bagi seorang muslim, ia dapat berpikir dengan akalnya dan melihat dengan matahatinya. Bahwa, semua kejadian di alam semesta ini adalah sebagai bukti kekuasaan Allah dan sebagai pelajaran bagi kehidupannya.
Berpikirlah engkau akan selamat.
Kebahagiaan yang utama bukanlah banyaknya harta, anak-anak, emas, perak, ladang dan kendaraan yang mewah. Tetapi kebahagiaan utama adalah ketika seseorang menggunakan akal pikirannnya untuk merenung dan mentadaburi segala ciptaan Allah di alam semesta. Kemudian menjadikan kesimpulannya dengan bertambahnya iman, takut, dan cinta kepada Allah. Dengan itu, maka seseorang akan selalu terjaga kondisi keimanannya kepada Allah. Yang menyebabkan keimanannya menjadikan hati damai, tenang, bahagia, sabar dengan segala ujian dan selalu bersyukur ketika nikmat datang. Berpikir bukanlah harus menyendiri, menjauhkan diri dari orang banyak, dan berada ditempat-tempat yang sepi. Namun, aktivitas berpikir dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja bahkan mulai dari bangun tidur sampai menjelang tidur kembali.
Allah menciptakan segala sesuatu di bumi ini untuk kebutuhan manusia, tak satupun benda, hewan, tumbuh-tumbuhan dan segala sesuatu yang tidak bermanfaat bagi manusia. Ini artinya, bahwa semuannya itu sebagai bahan pemikiran bagi manusia itu sendiri apakah ia akan bersyukur dengan semua nikmat yang ada ataupun sebaliknya. Bagi orang beriman semua fasilitas yakni kenikmatan yang telah diberikan oleh Allah akan menambah kenikmatan yang lain yakni kebahagiaan dalam hati dan kebahagiaan sejati (syurga). Karena mereka telah berhasil menggunakan akal pikirannya untuk memahami segala ciptaan Allah. Mereka yakin bahwa Allah menganugerahi akal supaya digunakan untuk berpikir atas semua ciptaan-ciptaan-Nya. Mereka tidak lalai akan keberadaanya dibumi tidak menghabiskan waktu yang lama. Mereka sadar bahwa, waktu yang singkat didunia sangatlah menentukan kehidupannya kelak di akhirat. Sehingga, ia makan sebagaimana orang lain makan tapi tidak dihabiskan hidupnya untuk makan sebagaimana hewan yang hanya hidup untuk makan. Ia tidur sebagaimana orang lain tidur, tapi ia tidak tidur sebagaimana hewan tidur. Ia bangun dilkala orang lain tidur. Ia ingin bersama dengan zat yang tidak pernah tidur, sholat, berdzikir, berdoa dan ibadah lainnya. Ia beraktivitas sebagaimana orang lain beraktivitas, tapi aktivitasnya ditujukan untuk sang pemberi aktivitas. Hasilnya, segala aktivitasnya hanya untuk beribadah kepada Allah SWT. Tak satupun segala aktivitasnya sia-sia apalagi membawa kemudharatan. Inilah buah dari aktivitas berpikir dalam kehidupannya.
Keselamatan, bukanlah hal yang secara kebetulan tanpa harus proses pemikiran. Keselamatan diawali dari proses pemikiran kemudian baru aplikasi. Dalam menentukan keselamatan seseorang harus melalui tahapan awal. Tahapan awal inilah yang menjadi dasar keselamatan seseorang. Allah tidak menurunkan nasi dihadapan kita, tapi melalui proses benih padi. Padi menjadi beras juga melalui proses penggilingan. Beras menjadi nasi juga melalui proses pemasakkan pula. Demikian halnya keselamatan, kesuksesan, dan kebahagiaan, semua tidak datang dengan sendirinya melainkan adanya usaha yang sungguh-sungguh.
"Dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka?, Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya melainkan dengan tujuan yang benar dan waktu yang ditentukan. Dan sesungguhnya kebanyakan di antara manusia benar-benar ingkar akan pertemuan dengan Tuhannya." (QS. Ar-Ruum, 30: 8)
Allah menyebutkan dalam ayat diatas bahwa sesungguhnya kebanyakan di antara manusia benar-benar ingkar akan pertemuan dengan Tuhan-Nya. Kata ingkar disini lebih mengandung arti melalaikan, bahwa manusia dalam melakukan aktivitas hidupnya didominasi dengan kesibukkan dunia saja tanpa berpikir bahwa ia akan meninggalkan segala akvitasnya dan pasti akan menemui tuhannya.
Berpikirlah, Hatimu Akan Bersih
Percaya atau tidak, setelah anda melakukan pemikiran atau perenungan dari segala hal yang ada di alam semesta ini hal tersebut akan menghantarkan jiwa anda melayang menyusuri luas langit keindahan. Artinya, jika anda selalu menggunakan pikiran anda, maka secara otomatis hati anda akan bersih. Apa pasal?, setiap orang yang mengakui kekuasaan Allah, maka ia merasa kecil dihadapan-Nya, selalu menyebut-Nya, selalu memohon ampun pada-Nya, selalu taat pada-Nya, selalu ingat bahwa ia akan menemui-Nya, selalu mengutamakan kepentingan-Nya dari pada kepentingan pribadi, selalu membela agama-Nya, selalu berjuang untuk-Nya, selalu menghindari hal-hal yang dilarang-Nya, dan selalu berbuat baik kepada siapapun. Dan yang terpenting adalah selalu ikhlas dalam perbuatan dan hanya mengharap ridha dari-Nya. Sehingga hatinya selalu bersih, itulah hasil dari sebuah pemikiran yang terus-menerus.
Dalam berbagai aktivitas kita sehari-hari kita senantiasa tidak lepas dari perbuatan baik dan buruk. Kedua sifat itu memang sudah menjadi fitrah manusia sebagai makhluk ciptaan Allah. Kendatipun demikian, dalam hati kita telah dibekali hati nurani yakni kecenderungan melakukan kebaikan dan kecenderungan untuk menghamba kepada Tuhan. Sifat ingin melakukan hal baik memang berasal dari suara hati yang paling dalam (God Spot). Demikian juga kemampuannya dalam mendeteksi hal yang baik dan buruk, sifat kasih sayang, menghormati, berbuat adil, bijaksana dan hal-hal positif yang lain. Tak heran jika seseorang melakukan keburukan sebenarnya hatinya tidak merasakan kenyamanan, rasa selalu dikejar-kejar rasa bersalah dan dosa. Hal itu disebabkan karena sifat hati adalah seperti gelas yang kosong yang siap menampung air baik air yang bersih maupun kotor. Hati sendiri ibarat motor bagi penggerak aktivitas tubuh untuk melakukan sesuatu hal. Gelas yang diisi dengan air bersih maka tentu saja yang dikeluarkan air yang bersih pula. Sebaliknya jika gelas tersebut diisi dengan air keruh maka yang keluar juga air yang sama. Seperti halnya hati, ia akan memberi pengaruh bagi setiap tingkah laku si pemilik hati.
Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahanam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. ”(Q.S Maaidah: 179)
Tingkah laku atau sifat seseorang didominasi oleh hatinya, ia adalah anggota tubuh yang paling berperan dalam hidupnya. Hati yang bersih akan mengakibatkan akhlak yang terpuji pula baik dalam pandangan Allah maupun dalam pandangan manusia. Perbuatannya senantiasa membawa manfaat bagi diri sendiri maupun orang lain. Orang yang mempunyai hati yang bersih hidupnya jauh dari kegelisahan meskipun mendapat ujian yang tidak mengenakkan. Pikirannya selalu baik sangka pada siapapun terlebih pada Allah yang menimpakan ujian. Karena ia merasa bahwa setiap ujian akan membawa kebaikan bagi dirinya. Begitupun ketika mendapatkan ujian berupa kesenangan, ia pun tidak mudah terlena dengan ujian tersebut. Bahkan hal tersebut sebagai peningkatan rasa syukurnya pada Allah. Sehingga ujian yang berupa kesenangan tersebut membawa manfaat bagi dirinya dan tidak terkecuali bagi orang lain. Sebagai contoh orang yang mendapatkan kenikmatan berupa harta yang banyak, hartanya tidak sebagai kebanggaan yang menjadikan dirinya sombong. Tetapi, harta yang dimilikinya sebagai amanah yang harus dijaga dan sebagai kemaslahatan orang lain. Ia hanya menggunakan hartanya hanya sebatas keperluannya dan menjauhkannya dari sifat pemboros. Ia juga menggunakan hartanya sebagai ladang kebaikan bagi dirinya dengan menghindarkan dari sifat kikir. Dirinya sebagai kran yang siapa mengalirkan manfaat bagi orang lain. Inilah manifestasi dari bersih hati.
Selain hal tersebut masih banyak berbagai hal yang bermanfaat lainnya yakni : 1. orang yang bersih hatinya ia akan selalu terjaga imannya. Disebabkan oleh fitrahnya yang terjaga kebeningannya maka pancaran cahaya hidayah akan selalu menembus relung hatinya. Hidayah Allah tidak akan turun pada orang-orang yang hatinya kotor atau gelap. Kelapangan dada dalam merengkuh cahaya Allah timbul dari orang-orang yang senantiasa terjaga kebeningan hatinya. 2. orang yang bersih hati akan merasakan nikmatnya iman dan beribadah kepada Allah. Walaupun ibadah merupakan tugas manusia sebagai hamba Allah, hal tersebut akan sangat berbeda seperti yang dirasakan oleh si pemilik kebeningan hati. Ia bisa merasakan bahwa dengan beribadah ia seperti merasakan di taman-taman surga. Meskipun fisiknya merasakan ketidakenakan namun hatinya bisa merasakan kenikmatan beribadah. 3. orang yang bersih hatinya ringan dalam melakukan kebaikan. Dengan memahami hikmah dan manfaat berbuat kebaikan ia sangat ringan hatinya terdorong untuk melakukannya tanpa harus menunggu perintah orang lain. Serta berupaya untuk melakukan kebaikan yang sebanyak-banyaknya dalam keadaan susah atau lapang. 4. orang yang bersih hatinya akan terpelihara keikhlasannya. Dengan memahami hikmah dan kualitas perbuatannya maka ia senantiasa meluruskan niat dalam hatinya agar perbuatannya tidak sia-sia di hadapan Allah dan senantiasa dalam mencari keridhaan-Nya. 5. orang yang bersih hatinya selalu berlapang dada dalam menghadapi ujian dan cobaan. Ia ibarat batu karang yang kokoh yang tidak bergeming diterjang gelombang lautan. Keteguhan hati dalam berbagai ujian dan cobaan dihadapinya dengan cara yang bijaksana. Sikap putus asa baginya adalah sebagai jalan menuju jurang kehancuran di dunia dan akhirat. 6. orang yang bersih hati mudah menerima hikmah dari segala kejadian yang menimpanya. Rasa optimis dalam mengarungi hidup senantiasa semangatnya berkorbar. Kejadian demi kejadian menambah pengalaman baru dalam hidup sehingga semakin hari ia senantiasa memperbaiki diri.
Hal-hal diatas tidak terjadi secara kebetulan tanpa adanya usaha berpikir. Sungguh berpikir adalah aktivitas yang sangat mulia bahkan mengantarkan hidup seseorang berubah lebih baik dalam pandangan manusia lebih-lebih dalam pandangan Allah. Usia manusia jika dihitung sangatlah pendek, dengan pendeknya usia kadang-kadang justru ia jarang menggunakan akal pikirannya untuk memikirkan segala kejadian di alam semesta. Padahal, seandainya manusia dapat memaksimalkan potensi otaknya untuk selalu berpikir maka, usia yang singkat tersebut bukan menjadi penghalang baginya untuk meraup kebaikan yang sebanyak-banyaknya. Apa sebab?. Karena Allah sangat menghargai orang-orang yang menggunakan akalnya untuk merenungi ayat-ayat-Nya lalu dijadikannya pemikiran tadi buah keimanan. Sehingga segala aktivitas hidupnya bernilai ibadah kepada Allah. Maka tak heran, bagi seorang muslim selalu menggunakan waktunya untuk berpikir dan merenung.
BERPIKIRLAH BAGAIMANA LANGIT DITEGAKKAN
“Maka apakah mereka tidak melihat akan langit yang ada di atas mereka, bagaimana Kami meninggikannya dan menghiasinya dan langit itu tidak mempunyai retak-retak sedikit pun? “(Q.S. Qaaf:6)
Sebagian ilmuan berpendapat bahwa bentuk langit hanyalah gumpalan awan yang tebal, sedangkan warnanya yang biru hanyalah dari pantulan warna air laut. Kebanyakan orang biasanya hanya memperhatikan masalah bentuk objeknya saja tanpa memikirkan bagaimana kejadian langit itu sebenarnya. Dengan kata lain, matahati jarang dipakai untuk melihat kesempurnaan penciptaan langit. Bagaimana langit ditegakkan, bagaimana langit kokoh tanpa tiang, bagaimana langit tak mempunyai retak sedikitpun serta bagaimana langit sangat begitu luas bahkan tidak seorang pun yang tahu berapa luas langit tersebut.
DAPATKAH MUSIBAH MENGAJARI SESEORANG BERPIKIR?
Sebagaimana sifat dunia yang tidak sempurna, dan tidak kekal. Maka, manusia hidup didunia adakalanya memperoleh musibah baik secara individu maupun secara kolektif. Contoh individu yakni rapuhnya kondisi jasad manusia. Seseorang tidak akan bisa bertahan hidup jika salah satu organ tubuhnya yang vital diambil, jantung misalnya. Bagaimana mungkin manusia hidup tanpa mempunyai jantung. Demikan juga organ-organ tubuh yang lain yang sistem kekebalan tubuhnya sangat terbatas. Manusia diciptakan oleh Allah dalam kondisi rentan terhadap penyakit. Betapa tidak, gigitan seekor nyamuk saja kadang dapat mengakibatkan kematian seseorang, orang yang tergores benda tajam jika tidak segera diberi perawatan akan mengakibatkan infeksi yang akhirnya menyebabkan kehilangan nyawanya, serta berbagai jutaan kasus lainnya. Kondisi seperti jelas sudah dialami semua manusia dibumi ini. Namun, berapakah yang dapat mengambil pelajaran dari hal tersebut?.
Orang yang berjiwa besar ia akan mempunyai pemikiran yang besar pula. Otaknya tertuju pada hal-hal yang dapat menghantarkannya pada jiwa yang besar, lapang, merdeka dan jiwa yang selamat. Mereka adalah orang-orang beriman.
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar”,
“(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, "Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun"
“Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Q.S Baqarah : 155-157)
Orang yang beriman akan selalu berpikir bahwa setiap musibah yang ia hadapi pasti mempunyai hikmah yang besar serta dapat meninggikan derajat mereka disisi Allah. Mereka sadar betul bahwa dunia ini tidak sebagai tujuan utama untuk hidup dalam kesenangan hingga menuruti hawa nafsunya. Tetapi sebagai jembatan menuju akhirat yang penuh dengan cobaan dan ujian. Karenanya, orang beriman hatinya selalu dalam kedamaian, ketentraman dan kebahagiaan meskipun sedang mendapatkan musibah. Mereka tahu bahwa ketabahan, kesabaran dan kalapangan dalam menghapi musibah akan menghantarkan pada keridhoan, ampunan dan sorga dari Allah SWT.
Allah menguji hamba-Nya dengan menimpakan musibah sebagaimana seorang menguji kemurnian emas dengan api (pembakaran). Ada yang ke luar emas murni. Itulah yang dilindungi Allah dari keragu-raguan. Ada juga yang kurang dari itu (mutunya) dan itulah yang selalu ragu. Ada yang ke luar seperti emas hitam dan itu yang memang ditimpa fitnah (musibah). (HR. Ath-Thabrani)

Tiap orang mempunyai kadar yang berbeda-beda dalam menghadapi setiap musibah. Kadang musibah dapat menghantarkan seseorang pada derajat yang mulia, tapi sebaliknya terkadang musibah juga dapat menghantarkan seseorang kepada musibah yang lebih besar lagi yakni neraka audzubillahimindzalik. Beruntunglah bagi orang-orang yang beriman yang menjadikan setiap musibah sebagai ladang amal. Allah menurunkan ujian bagi setiap hamba-Nya supaya mereka sadar bahwa mereka diciptakan dalam keadaan tidak sempurna supaya mereka tidak mempunyai sifat sombong dan agar mereka kembali mengingat Allah. Namun, kebanyakan kondisi manusia sangat jauh dari sifat “ingat “dan ” berpikir” dalam menghadapi musibah. Banyak diantara manusia justru tidak mengambil “kesimpulan” ketika mendapat musibah. Mereka berpikir sempit bahkan berburuk sangka kepada Allah. Dengan dalih Allah tidak adil dalam memberikan ujian bagi dirinya. Sifat ini ibarat virus mematikan yang dapat menggerogoti keimanan seseorang. Dalam keadaan seperti itu, tak dapat disangkal lagi bahwa kejumudan dalam berpikir mereka sangatlah mendalam. Hingga mengakibatkan hilangnya akal pikiran positivisme mereka dalam setiap menghadapi permasalahan hidup.
Nampaklah jelas bahwa kebanyakan cara pandang serta berpikir manusia dalam menghadapi setiap musibah ditentukan dari oleh paradigma berdasarkan inderawi semata. Mereka melihat bahwa ujian sebagai bentuk hukuman dan diskriminasi dari Tuhan. Akibatnya, setiap musibah tidak menjadikan mereka dewasa dan justru cenderung picik pandangan dan tidak sedikit akhirnya putus asa bahkan sampai ada yang bunuh diri. Di pandang dari kacamata keilmuan, bahwa musibah adalah bentuk ujian untuk mendewasakan diri dalam berpikir. Parameter ini didasarkan oleh para kebanyakan para ilmuan meskipun mereka banyak diantaranya non-muslim bahkan atheis. Mereka menilai bahwa setiap kegagalan yang mereka alami adalah wujud bertambahnya wawasan dan keilmuan sebagai bahan pijakan untuk melakukan percobaan yang lain. Saya (penulis) menganalogikan musibah adalah sebagai bentuk ujian dalam melakukan percobaan. Misal, Thomas Alfa Edison seorang penemu bohlam lampu, awalnya dia mengalami berbagai kendala dalam percobaannya. Bahkan, hingga melakukan beribu-ribu percobaan. Ia memahami bahwa, setiap kegagalan yang ia lakukan justru menjadikan bahan pemikiran baru. Sehingga, percobaan yang ia lakukan jauh memiliki nilai dibanding percobaan yang tanpa ada kegagalan. Tolok ukur kesuksesan adalah sejauh mana ia mengamali kegagalan-kegagalan dan mampu mengatasi kegagalan tersebut dengan cara pandang yang positif dan melakukan perbaika-perbaikan dengan mengambil pengalaman yang telah lalu.
Begitu juga dalam hidup ini, Allah menimpakan ujian bagi hamba-Nya sebagai bentuk perhatian-Nya kepada hamba-Nya supaya ia mengambil hikmah dibalik setiap ujian. Namun, bentuk ujian yang diberikan kepada manusia mempunyai tingkatan yang berbeda-beda, ada yang berupa kesenangan dan ada yang berupa kesusahan. Keduanyapun juga memiliki kadar yang berbeda pula.
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya...(Q.S Al Baqarah:286)
Selain hal diatas, ujian adalah untuk mengetahui tingkat keimanan seseorang. Ucapan “aku beriman” belumlah cukup tanpa adanya suatu pengorbanan (ujian). Allah memisahkan orang-orang yang benar imannya dan orang-orang yang imannya hanya dibibir saja. Oleh karenanya, manusia diuji dalam hal keimanan dan keta’atannya kepada Allah, termasuk kegigihannya dalam memperjuangkan agama Allah ataupun diuji ketabahan dalam menghadapi segala kesulitan-kesulitan dalam berbagai kondisi dan lingkungannya. Sebagaimana hadist berikut :
“Seorang hamba memiliki suatu derajat di surga. Ketika dia tidak dapat mencapainya dengan amal-amal kebaikannya maka Allah menguji dan mencobanya agar dia mencapai derajat itu. “ (HR. Ath-Thabrani)

BERPIKIR ADALAH CIRI HAMBA YANG BERSYUKUR
Salah satu dari esensi keimanan adalah bersyukur. Karena pada hakekatnya bersyukur merupakan inti dari ibadah kepada Allah. Konsep ini didasarkan pada Rosulullah yang menjadikan ibadahnya sebagai rasa syukur kepada Allah. Meskipun Rosulullah sendiri sudah diampuni dosa-dosanya dan mendapat jaminan surga dari Allah. Namun beliau merefleksikan rasa syukurnya melalui ibadah kepada Allah.
Mughirah bin Syu'bah berkata, "Sesungguhnya Rasulullah bangun untuk shalat sehingga kedua telapak kaki atau kedua betis beliau bengkak. Lalu dikatakan kepada beliau, 'Allah mengampuni dosa-dosamu terdahulu dan yang kemudian, mengapa engkau masih shalat seperti itu?' Lalu, beliau menjawab, 'Apakah tidak sepantasnya bagiku menjadi hamba yang bersyukur?'" (H.R Bukhari)
Dalam konteks bersyukur, seorang muslim dihadapkan pada suatu masalah yakni ibadah. Mengapa demikian? Pada hakekatnya inti ibadah adalah melalui berpikir. Karena berpikir dapat melahirkan penilaian, penilaian melahirkan sikap, sikap melahirkan tingkah laku, dan tingkah laku mengimplementasikan penghambaan/ibadah. Sedangkan ibadah sendiri sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah. Rosulullah Saw memberikan contoh kepada umatnya bahwa beliau menjadikan segala aktivitasnya sebagai ibadah dan bentuk rasa syukur kepada Allah. Karena pada dasarnya rasa syukur adalah implementasi dari kewajiban seorang hamba kepada Tuhannya yang telah mengaruniakan segala nikmat kepadanya. Ia juga ibadah sebagai wujud terima kasih hamba kepada-Nya.
Ibadah bukanlah sebagai balas budi kepada Allah, karena Allah tidak membutuhkan ibadah kita. Kebesaran Allah tidak akan bertambah karena ibadah manusia dan kekafiran manusia tidak mengurangi kebesaran Allah sedikitpun. Manusialah yang membutuhkan Allah. Namun, hal ini tanpa disadari oleh kebanyakan manusia.
Kontek bersyukur yang lain adalah penghambaan. Hal ini sebagai wujud kesadaran manusia atas segala kelemahan yang dimilikinya. Seseorang yang menyadari bahwa keberadaanya didunia adalah karena Allah. Dan Allah mengilhami manusia dengan ketidaksempurnaan, dan sangat membutuhkan pertolongan-Nya. Maka hal ini dapat mengantarkan orang tersebut kepada penghambaan secara totalitas. Karena pada dasarnya apa saja yang mereka usahakan didunia ini adalah kehendak-Nya.
Berpikir tentang waktu.
1. Demi masa.
2. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,
3. kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran

Berpikir Hakekat hidup

Tidak ada komentar:

Posting Komentar